Best Manufacturing Practices

Posted by : Excellence Manufacturing Practices Wednesday, 12 February 2014


Melepas Belenggu Keyakinan dalam 30 Menit

Satriawan adalah seorang Supervisor PT. Kita Printing. Satriawan telah bekerja 15 tahun di PT. Kita Printing. Saya bertemu dengan Satriawan beberapa bulan lalu saat pelatihan berjudul ‘Pribadi Berdaya’. Di saat break Satriawan menemui saya, dan bertanya bagaimana caranya melepaskan diri dari belenggu keyakinan. Saya sampaikan ke Satriawan, untuk tidak pulang selepas pelatihan sehingga saya bisa menjawab apa yang menjadi hambatan Satriawan.




Sebagian besar diantara kita memiliki masalah karena kita tidak benar-benar duduk dibelakang stir kemudian menjadi ‘Pengemudi’ atas hidup yang kita miliki. Lebih banyak dari kita menjadi penumpang yang dibawa oleh seorang ‘Supir’ ke tempat tujuan yang sebenarnya tidak inginkan. Itulah masalahnya. ‘Supir’ yang saya sebut tadi adalah ‘Pikiran Bawah Sadar, Subconscious’, yang seharusnya kita sebagai pengendali kita justru jadi penumpang. Yang seharusnya ‘Supir’ itu mengikuti arah yang kita tentukan, tetapi malah justru menjadi ‘Boss’ yang seenaknya melaju menggunakan ‘Peta’ miliknya. Bila ‘Supir’ tadi adalah pikiran bawah sadar, maka ‘Peta’ adalah sistim keyakinan yang kita miliki.

Limiting Belief atau belenggu keyakinan ini berbentuk:
(1) Ketidakyakinan,
(2) Ketidakmampuan,
(3) Rendah diri,
(4) Penyesalan.

“Saya tidak yakin bisa berhasil menyelesaikan proyek ini.”
“Saya tidak mampu karena saya orang baru di sini.”
“Saya masih muda dan belum berpengalaman.”
“Saya memiliki masa lalu yang buruk, saya tidak mungkin bisa menjadi pemimpin.”

Pikiran bawah sadar bekerja berdasarkan asumsi bukan fakta. Bekerja berdasarkan keyakinan yang kita miliki. Dan itu artinya ‘Pikiran Bawah Sadar’ bisa menghantarkan kita ketempat yang kita yakini. Bila keyakinan kita keliru, terbelenggu dalam keyakinan yang keliru, limiting belief, maka kita bisa saja sampai ke sebuah tempat, tetapi tempat yang tidak kita inginkan, salah alamat.

Ada sebuah teknik melepaskan belenggu keyakinan pada pikiran bawah sadar yang disebut dengan metoda ‘Morty Lefkoe’s [*** http://www.mortylefkoe.com … untuk lebih lengkapnya..], 7 Tahapan Proses Pengambilan keputusan. Metoda ini akan saya ilustrasikan dengan cerita dibawah ini, tatkala saya membantu memecahkan masalah yang dimiliki Satriawan.

Pukul 17:20, selepas saya membereskan pernak-pernik dan alat-alat pelatihan, saya menghampiri Satriawan.

“Terima kasih pak Satriawan telah menunggu saya.”
“Iya, pak. Tidak apa-apa. Saya yang berterima kasih karena bapak telah bersedia meluangkan waktu buat saya.”
“Kita duduk di pojok sana saja ya, pak. Biar lebih santai dan enak ngobrolnya.”
Kami pun melangkah keluar ruangan menuju sofa depan ruang pelatihan.

Tahap 1: Memilih topik masalah yang ingin dipecahkan untuk diubah

W:       Pak Satriawan, setelah Anda merasa benar-benar nyaman untuk bercerita silakan bapak sampaikan apa pertanyaan bapak ketika waktu break tadi. Semoga saya bisa membantu bapak untuk lebih berdaya bagi hasil yang lebih baik.
S:         Baik, pak Wawang. Sekarang saya sudah merasa nyaman untuk bercerita.
W:        Okey, monggo..silakan.
S:         Saya sedang merasa jenuh, bosan untuk bekerja, pak.
W:        Apa yang bapak maksud dengan jenuh, bosan? Boleh lebih jelas lagi, pak? 
S:         Semangat saya bekerja seperti meredup. Saya tidak merasakan kegairahan lagi saat saya bekerja, pak. Sepertinya saya kehabisan energi.
W:        Apakah bapak memiliki ganguan kesehatan?
S:         Anu.. pak. Menurut Dokter, saya sehat. Saya baik-baik saja, pak.

Tahap 2: Mengidentifikasi keyakinan yang menjadi penyebab (bisa lebih dari satu)

W:        Apa yang bapak rasakan sehingga membuat bapak jenuh dan bosan?
S:         Anu... pak. Saya merasa semakin tua saat ini. 15 tahun bekerja pada pekerjaan dan bidang yang
sama.
W:        Apakah pak Satriawan percaya bahwa usia menjadikan seseorang berkurang semangatnya?
S:         Ya.. itulah yang saya rasakan, pak.

Tahap 3: Mengindentifikasi sumber keyakinan (mencari tahu apakah masa lalu, masa kanak-kanak mungkin menjadi pemicu terciptanya keyakinan itu)

W:        Pak Satriawan, apakah bapak memiliki pengalaman, mungkin ketika kecil dulu atau masa lalu
yang menjadikan bapak meyakini bahwa usia bisa membuat seseorang lemah semangat, tidak bergairah... loyo, begitu?
S:         Hmmm... ya, pak. Saya masih ingat Almarhum Kakek. Ketika beliau mengijak usia 60, beliau
terlihat lelah, sering mengeluh cape ketika sedikit bekerja dan sakit-sakitan. Kakek sering marah-marah tanpa sebab, merasa sebagai beban.
W:        Iya, pak. Saya memahaminya. Berapa usia bapak ketika Kakek pak Satriawan bersikap dan berperilaku seperti itu, pak?
S:         Ketika itu saya... Hmmm... 8 tahun.  Ya.. usia saya 8 tahun. Ketika itu Kakek tinggal serumah dengan kami, pak.
W:        Apakah bapak melihat dengan jelas wajah Kakek yang mengeluh, suara Kakek ketika marah-marah?
S:         Ya, saya bisa membayangkan keadaan saat itu. Dan saya bisa mendengar betapa judesnya suara Kakek ketika mengeluhkan dirinya sebagai beban.

Tahap 4: Meninjau ulang pemaknaan terhadap kejadian yang membuat keyakinan tersebut pantas dipercayai

W:        Pak Satriawan, bapak tadi sampaikan usia bapak 8 tahun ketika itu. Benar?
S:         Iya, pak.
W:        Dengan mempertimbangkan usia bapak yang baru 8 tahun ketika itu, saya menilai kesimpulan yang bapak ambil atas kejadian itu masuk akal. Bapak tidak tahu banyak apa yang sebenarnya terjadi. Dan umur 8 tahun belum memiliki kemampuan analisa masalah, mengapa Kakek berperilaku seperti itu. Dan pak Satriawan menyimpulkan sebuah kejadian berdasar kemampuan bapak ketika itu. Tetapi pak Satriawan saat ini sudah bukan anak-anak lagi. Jadi, saya ingin pak Satriawan meninjau ulang, apa yang Kakek katakan kepada bapak dan cobalah berikan saya alternatif interprestasi. Pemahaman bapak ketika itu ...kan, "Ketika orang menjadi tua, hidupnya membosankan dan membebani". Sekarang berikan saya pemahaman berbeda yang bisa bapak tangkap atau lihat, dari kata-kata Kakek tadi.

S:         Ya. Ketika itu kakek merasa kehilangan Nenek. Nenek meninggal enam bulan sebelum kejadian itu. Mungkin perasaan sendiri, ditinggal belahan jiwa menjadikan hidup ini membosankan, tidak ada lagi yang diajak bicara, kehilangan teman hidup.
W:        Apalagi, pak Satriawan?
S:         Kakek sering sakit, dan ibu ketika itu yang mengurus Kakek. Mungkin, Kakek merasa tidak enak, risih. Biasanya dilayani oleh Nenek, saat itu segala sesuatunya ibu yang menyediakan... seperti sarapan pagi, mencuci baju...
W:        Good. Bagus, pak. Ada lagi selain dua itu, pak?
S:         Meskipun kami memberikan perhatian, tetapi mungkin bagi Kakek perhatian yang kami berikan tidak sebaik Nenek. Kakek sering merasa kami tidak mencintai dan memperhatikan, meskipun saya ingat betul, Bapak dan Ibu sangat perhatian terhadap Kakek.

W:        Pak Satriawan, memaknai hal itu lebih baik dibanding ketika usia bapak 8 tahun, kan?
S:         Iya, pak. Saya memahami apa yang dirasakan Kakek kami saat itu. Tekanan, perasaan kehilangan belahan jiwa, risi karena menjadi beban meski oleh mantu dan anak. Saya memahaminya, pak.

W:        Pak Satriawan, sekarang bandingkan pemahaman bapak ketika kecil dulu dengan sekarang tentang apa yang dikatakan Kakek?
S:         Ya, penilaian saya salah ketika itu, pak. Bukan karena usia atau tua. Tetapi karena keadaan Kakek itulah yang menjadikan beliau begitu.

Tahap 5: Mengidentifikasi apakah keyakinan itu benar? Apakah benar-benar terjadi atau itu hanya ada di dalam pikiran, rekayasa, persepsi?

W:        Pak Satriawan, sekarang menjadi jelas bahwa bapak memiliki pemahaman yang berbeda, yaitu pemahaman kala bapak di usia 8 tahun dan sekarang. Benarkah begitu, pak?
S:         Iya, benar.. pak.
W:        Hingga saat ini, keyakinan pak Satriawan tentang usia dapat mempengaruhi semangat? Semakin tua maka semangat akan menurun? Membosankan? Benarkah seperti itu, pak.
S:         Benar sekali, pak.
W:        Pak Satriawan bisa melihat handphone dan jam tangan saya ini, bapak bisa merasakannya bahwa Handphone dan jam ini benar-benar ada, nyata. Dimana letak keyakinan bapak tentang usia tua yang menjadikan semangat itu menurun, apakah itu ada?
S:         Ya, pak. Ada. Ada dalam benak pikiran saya.

W:        Handphone dan jam tangan saya benar-benar nyata, ya pak. Apakah keyakinan bapak itu tentang usia yang menua menjadikan semangat itu menurun nyata, pak?
S:         Tidak, itu pemahaman saya ketika saya kecil dulu, pak.

W:        Baiklah, pak Satriawan. Ijinkan saya bertanya, sekali lagi untuk menyimpulkan tentang pemahaman bapak. Apa pemahaman bapak tentang usia, semangat, jenuh dan kebosanan sebenarnya, pak?
S:         Saya tidak lagi mempercayai bahwa usia adalah penyebab menurunnya semangat, menjadi jenuh dan bosan, pak.

Tahap 6: Mencari tahu apakah keyakinan lama masih ada atau sudah menjadi pemahaman baru?

W:        Tidak ada perlunya menyimpan menjadi keyakinan yang salah dan merenggut kebahagiaan yang semestinya pak Satriawan bisa dapatkan. Apakah pemahaman yang keliru itu masih ada, pak?
S:         Sudah tidak ada lagi, pak.
W:        Apakah bapak bersedia untuk membiarkan pemahaman itu pergi dan berganti dengan pemahaman baru?
S:         Iya, pak. Akan saya coba.
W:        Saya tidak meminta bapak untuk mencoba. Saya minta bapak untuk bersedia melepaskan pemahaman yang keliru itu.
S:         Iya, saya bersedia  melepaskan pemahaman itu.
W:        Baik. Baiklah, pak. Lepaskan itu sekarang. Biarkan dia pergi. Lepaskan... tanggalkan, pak.
S:         Ya.. pak. Saya lepaskan. Sudah lepas sekarang, pak.

W:        Okey. Sekarang, tirukan kata-kata saya setelah saya selesai mengucapkannya.
S:         Baik, pak.
W:        "Orang yang berusia tua akan kehilangan semangat dan menjadikan dirinya jenuh dan bosan."
S:         Orang yang berusia tua akan kehilangan semangat dan menjadikan dirinya jenuh dan bosan.
W:        Ketika bapak mengucapkan kalimat tadi, apakah masih dirasakan kebenarannya?
S:         Sama sekali tidak, pak. Pemahaman itu, keyakinan bahwa usia tua itu kehilangan semangat dan menjadikan dirinya jenuh serta  bosan tidak ada lagi. Sudah saya tanggalkan, pak.

Tahap 7: Setelah melepas keyakinan lama, maka yakinkan bahwa Dirinya bukan lagi sebagai Korban, tetapi Pemenang atau Penyebab bagi kebaikan.

W:        Ketika di awal, pak Satriawan menyakini bahwa usia yang menua itu kehilangan semangat dan menjadi jenuh serta bosan, di mana itu berada?
S:         Dalam benak pikiran saya, pak.
W:        Bagaiman itu bisa terjadi, pak?
S:         Kakek saya yang menjadikannya ada, pak.
W:        Kakek pak Satriawan? Saya tidak melihat dan mendengar kalau Kakek bapak menanamkan pemahaman dan keyakinan itu pada pak Satriawan?
S:         Tepatnya... saya membuat keyakinan itu, pak.

W:        Bagaimana bisa hal itu terjadi, pak?
S:         Saya yang menanamkan pemahaman itu saat anak-anak, belum memahami apa yang sebenarnya terjadi. Wawasan saya tentang keadaan Kakek dan situasi emosi yang terjadi masih sangat terbatas ketika itu. Apalagi yang saya lihat adalah keadaan Kakek yang tidak bahagia, marah-marah dan sering sakit, pak.
W:        Jadi, itukah yang menancap ke benak pikiran pak Satriawan?
S:         Tepat, sekali.
W:        Ketika pak Satriawan menjadi korban dari belenggu keyakinan, apa yang bapak rasakan?
S:         Saya menjadi frustasi, jenuh dan bosan bekerja. Saya menjadi cepat lelah dan kurang tenaga, pak.

W:        Sekarang, apa yang pak Satriawan rasakan?
S:         Saya merasa terlahir kembali, pak. Saya memiliki keyakinan baru. Saya menjadi berdaya, pak.
W:        Mana yang lebih baik menurut bapak. Menjadi korban atau bapak menjadi penentu?
S:         Saya memilih menjadi Nahkoda bagi hidup saya, pak.

W:        Sekarang bapak adalah Nahkoda. Bapak adalah penentu. Bagaimana perasaan bapak setelah keyakinan buruk, belenggu keyakinan itu lepas?
S:         Saya menjadi berdaya untuk memilih apa yang baik bagi saya. Saya menjadi bersemangat untuk bisa bekerja lebih baik, pak.

W:        Selamat, pak. Bapak telah menemukan apa yang seharusnya bapak percayai. Bapak adalah pribadi bebas yang berdaya untuk menentukan hasil.

Anda adalah apa yang Anda pikirkan. Apakah akan Anda biarkan belenggu keyakinan itu terus menjerat Anda? Atau menjadi pribadi berdaya? Semua itu pilihan.

Menjadi sukses adalah pilihan, sahabatku. Dan menjadi pribadi yang gagal adalah kepastian bila kita tidak bisa melepaskan belenggu keyakinan buruk yang Anda percayai.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Visitor

Coach & Facilitator

Coach & Facilitator
Wawang Sukmoro Motivator Produktivitas

TURNING LOSS INTO PROFIT

TURNING LOSS INTO PROFIT
Buku Tentang MOTIVASI PRODUKTIVITAS

100% Charity BUKU BERHASIL

100% Charity BUKU BERHASIL
Unduh Gratis at SCRIBD.com

Twitter

Blog Archive

- Copyright © NLP Indonesia Berdaya -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -