- Back to Home »
- Belief System , Empat Pilar NLP , Outcome Framed , Outcome Thinking »
- 023B: Belief System, Sistem Keyakinan (2/2)
Posted by : Excellence Manufacturing Practices
Wednesday, 12 February 2014
Melepaskanlah belenggu itu sahabatku sehingga
Engkau BERDAYA HEBAT!!! (bagian 2)
Nah, sering
kali karena perasaan takut dimintai tanggung jawab atas hasil itulah maka
muncul respon tambahan dengan celoteh, “Jadi pemimpin itu tidak mudah, ribet,
banyak laporan yang perlu dikerjakan dan tidak banyak waktu untuk keluarga.”
Berapa
banyak jumlah pemimpin yang sama seperti celoteh tersebut?
Berapa
banyak yang tidak seperti itu? Bila Anda suatu saat menjadi pemimpin, Anda akan
menjadi pemimpin seperti apa?
Apa upaya
Anda agar Anda bisa menjadi pemimpin seperti yang Anda harapkan dan orang lain
harapkan?
Apa
kendalanya?
Bagaimana
cara Anda mengatasinya?
Ada ‘Top 10’
pengaruh yang membelengu keyakinan pada manusia, yaitu:
(1) Tidak
enak menjadi lebih baik dibanding orang lain,
(2) Khawatir
gagal,
(3) Takut
dipandang tidak mampu menghasilkan yang lebih baik,
(4) Khawatir
tidak dicintai,
(6) Takut
dinilai buruk,
(7) Takut
sukses,
(8) Takut
tidak mendapatkan apa yang diharapkan,
(9) Takut
dimintai tanggung jawab,
(10) Takut
disuruh berubah.
Berikut ini
adalah contoh-contoh belenggu keyakinan yang sering kali kita dengar atau kita
lihat atau bahkan sering kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyannya
adalah: “Benarkah begitu?”
Perilaku:
·
Anak kecil
lebih senang melihat buktinya dari pada mendengarkan nasehat.
·
Pelan-pelan
asal selamat.
·
Hormati yang
lebih tua.
·
Yang penting
saya tidak menganggu urusan orang lain.
·
Diam adalah
emas.
·
Menghemat
adalah membatasi uang belanja.
·
Prestasi
ditentukan oleh Pimpinan.
Di tempat kerja:
·
Apa yang
tidak bermasalah tidak perlu diperbaiki.
·
Yang lebih
tua dan senior akan mendapatkan prioritas promosi.
·
Bekerja
tidak boleh bermain-main.
·
Beli barang
yang mahal agar awet.
·
Yang penting
saya tidak menjelekan orang lain.
·
Boss
Perempuan itu lebih cerewet.
·
Bekerja
cerdas bukan bekerja keras.
Keuangan:
·
Uang adalah
sumber petaka.
·
Uang tidak
bisa membeli kebahagiaan.
·
Kekayaaan
hanya membuat kesesatan.
·
Uang adalah
awal dari kejahatan.
·
Karakter
orang keuangan adalah pelit dan judes.
·
Mudah
didapat mudah pula lenyap.
·
Saya tidak
mampu membeli barang mahal.
·
Berhemat
adalah sengsara.
·
Kekayaan
adalah masalah keberuntungan.
·
Uang adalah
pusat kekuasaan.
Perasaan:
·
Hanya yang
punya duit yang bisa berbuat semena-mena.
·
Cinta tidak
untuk dibagi-bagikan.
·
Cinta adalah
napsu.
·
Sakit hati
harus dibalas dengan dendam.
·
Simpanlah
baik-baik perasaan kecewa.
·
Kejujuran
hanya milik malaikat.
Keluarga:
·
Anak nakal
sumber masalah.
·
Kepemimpinan
adalah teori genetika.
·
Pekerjaan
rumah tangga adalah urusan istri.
·
Istri yang
baik adalah penurut.
·
Laki-laki
adalah selalu benar.
·
Dianggap
dewasa bila telah menikah.
Kecerdasan:
·
Orang yang
matanya bersinar itu cerdas.
·
Orang botak
itu orang pintar.
·
Orang pintar
harus lulus jadi Sarjana.
·
Orang yang
pendiam itu jenius.
·
Kutu buku
itu harus berkacamata tebal.
·
Diam adalah
bijaksana.
Dan…
masih banyak lagi yang lainnya….
Sebenarnya
banyak orang di tempat kerja melakukan ‘pembenaran’, bukan karena hal itu
benar, tetapi hanya untuk mengurangi konsekuensi yang harus ditanggungnya.
Mereka mengalihkan tanggung jawab yang bisa dilakukannya dengan bersikap BLAME
(menyalahkan) EXECUSE (mencari-cari alasan) JUSTIFY (pembenaran).
BLAME
(Menyalahkan)
Ketika
percobaan produk baru itu gagal, si Supervisor menyalahkan Operator Mesin Press
dengan berkata, “Ini akibatnya kalau operator baru disuruh mengoperasikan
mesin.” Mungkin tidak sepenuhnya salah yang dikatakan si Supervisor.
Tetapi
apakah si Supervisor telah memeriksa kepahaman si Operator dalam menjalankan
mesin dan proses kerja selama percobaan? Jangan-jangan, SOP hanya asal
diberikan tanpa penjelasan dan pelatihan yang benar, sehingga si Operator
keliru dalam mengoperasikan mesin dan proses kerja. Bisa jadikan?
EXECUSE
(Mencari-cari alasan)
Ketika si
Manajer menemukan hasil percobaannya gagal, si Supervisor dipanggil dan
dimarahi. Si Supervisor menyanggah kalau itu bukanlah tanggung jawabnya, dan
itu sepenuhnya kesalahan Operator baru yang tidak mengikuti prosedur.
Coba periksa
kembali, benarkah itu kesalahan prosedur?
Atau karena
si Supervisor tidak mengkomunikasikannya dengan baik sehingga prosesnya gagal?
Mencari
kambing hitam itu lebih mudah dari pada mencegah dan menyiapkan rencana kerja
yang baik sehingga kesalahan dapat dihindarkan ketika proses belum dilakukan.
JUSTIFY
(Pembenaran)
Karena
merasa terpojok dan ingin selamat dari kemarahan si Manajer, si Supervisor
melakukan pembelaan, “Pak, lain kali kalau mau product trial itu harus
dilakukan oleh Operator Senior. Karena prosedur yang kita buat benar,
lho.”
Apakah
menjadi jaminan bila prosedur itu benar dan dijalankan oleh Operator Senior itu
akan sukses?
Barangkali
benar, tetapi apakah tidak mungkin, operator baru pun bisa berhasil
selama ada bimbingan yang baik dari si Supervisor?
Permasalahannya
apakah mau mengajari atau ingin mudah dan jalan pintas.
Apakah
jaminan bila Operator Senior itu bekerja dengan baik, apakah si Supervisor
memiliki keberanian untuk memerintah?
Atau hanya
sekedar pembelaan agar kesalahan berpindah menjadi milik orang lain.
Operator
Baru selalu bikin kesalahan dan Operator Senior sebagai jaminan suksesnya hasil
adalah bentuk belief system yang dapat membelenggu si Supervisor untuk
beroleh hasil baik.
Berapa
banyak jumlah Operator Senior di Lini kerja? Kalau jumlahnya terbatas, jadwal
percobaan menjadi masalah tersendiri.
Bila semua
Operator Baru bermasalah, apakah orang pertama kali masuk kerja harus memiliki pengalaman
sebagai Senior Operator?
Bukahkan
jenjang menjadi Senior Operator juga perlu waktu dan proses?
Menyalahkan,
mencari-cari alasan dan pembenaran hanya akan memupuk jiwa yang rapuh, cengeng.
Ada banyak hal bisa kita lakukan bila kita MAU untuk mendapatkan hasil baik.
Dobrak belenggu keyakinan dan menjadi pribadi bebas merdeka melakuakn apa yang
kita BISA.
Mungkin Anda
saat ini ingin berkata, “Saya mau. Saya bisa!”
Kemudian
teman disamping Anda menyahut, “Coba perhatikan baik-baik dan lihat gunung itu.
Gunung itu dipenuhi semak berduri, lereng terjal, berbatu, licin dan sulit.”
Pertanyaannya adalah:
Apakah Anda
akan berhenti dan mengurungkan niat mendaki Gunung tersebut karena
mendengarkan sahutan teman Anda, atau Anda tegap menatap Gunung dan berkata, “Itu
Gunung milik saya. Akan Saya daki dan lihat, Kamu akan melihat saya berada di
puncak esok pagi.”
See you at
the top, my Friend!