- Back to Home »
- Belief System , Empat Pilar NLP , Outcome Framed , Outcome Thinking »
- 023A: Belief System, Sistem Keyakinan (1/2)
Posted by : Excellence Manufacturing Practices
Wednesday, 12 February 2014
Melepaskanlah belenggu itu sahabatku sehingga
Engkau BERDAYA HEBAT!!!
Sistim
Keyakinan (Belief System) memiliki dua sisi; yaitu sisi yang melemahkan,
saya maknai dengan nama Belenggu Keyakinan (limiting belief) dan sisi
yang menguatkan saya menyebutnya dengan Berdaya Hebat (empowering belief).
Mengapa saya
menyebut sebagai belenggu dan bukan melemahkan? Sebab orang yang terbelenggu
berada pada posisi lemah, pesakitan serta tidak berdaya.
Sementara
orang yang memiliki keyakinan yang kuat, mereka memiliki daya kekuatan, pantang
menyerah dan terus berusaha sehingga seakan-akan mereka menemukan keajaiban,
orang tersebut mampu keluar dari kondisi-kondisi sulit, melihat celah pintu
keluar di antara sedikit kemungkinan. Mereka adalah manusia berakal,
mempergunakan akalnya untuk kreatif, banyak akal untuk menyelesaikan
masalahnya, mereka tidak gampang menyerah, karena mereka memiliki keyakinan
bahwa setiap kemauan baik pasti dalam bimbingan Tuhan sang Mahamenentukan.
Limiting
belief atau
belenggu keterbatasan adalah keyakinan yang dimiliki seseorang sehingga orang
tersebut merasa terbatasi untuk melakukan sesuatu. Istilah Belenggu keyakinan
untuk menggambarkan keyakinan yang seseorang berbentuk persepsi yang belum
tentu benar kenyataannya.
Saya
ambilkan tiga contoh yang umum sering kita dengar di saat makan siang atau
obrolan lepas santai.
Persepsi dan
keyakinan yang mengatakan “Wanita cantik itu sombong dan materialistis.”
Pertanyannya
adalah benarkah begitu?
Mungkin saja
orang yang berpendapat begitu dulunya pernah ditolak cintanya, sentimen pribadi
karena wanita tersebut memilih orang lain yang lebih berhasil.
Ada lagi
yang mengatakan, “Jadi orang kaya itu tidak enak dan banyak musuhnya karena
biasanya mereka itu pelit dan sombong.”
Ya, kalau
kaya itu sombong barang kali benar juga karena ada yang dipamerkannya.
Kalau pelit
mungkin itu relatif, untuk mengumpulkan banyak harta memang diperlukan disiplin
menabung, iya kan?
Tidak enak?
Saya pikir
enak, sebab dengan banyak harta akan menjadikan seseorang lebih bisa banyak
berderma dengan jumlah yang lebih besar; lebih mampu membahagiakan keluarga
dengan mencukupkan tempat tinggal mereka; menyekolahkan anak-anaknya di badan
pendidikan bermutu; memiliki kendaraan bagi keluarga; belanja bulanan yang
lebih mencukupi; mampu naik haji atau ziarah ke tempat-tempat ibadah; dan masih
banyak hal positif yang bisa dilakukannya karena berdaya hebat dalam soal
harta. Apakah ada yang salah bila KAYA MULIA dibanding miskin sengsara?
Atau barang
kali Anda juga sering mendengar yang seperti ini, “Jadi Supervisor itu susah.
Ditonjok dari bawah dan diinjak dari atas. Belum lagi kita harus pandai
menjilat agar bisa dapat promosi.”
Benarkah
begitu?
Padahal jadi
Manajer itu gajinya lebih besar dibanding masih duduk di posisi staff. Dan
untuk menjadi Manajer perlu berproses menerima tanggung jawab sebagai
Supervisor. Bila keyakinan menjadi Supervisor itu susah, maka lupakan menjadi
Manajer.
Bila bekerja
yang diharapkannya adalah imbalan yang besar, maka sudah menjadi fakta bahwa
posisi jabatannya pun harus tinggi; tanggung jawab yang besar akan dibayar
lebih mahal; yang memberikan manfaat lebih akan dibayar lebih. “Bawalah
keahlian untuk menghasilkan manfaat ke bursa kerja, bukan keinginan untuk
dibayar lebih,” begitu nasehat dari Guru sekaligus Coach saya, pak Cahyadi
ActionCoach yang pernah menjadi atasan saya di Coates Brother.
Soal
ditonjok dari bawah dan ditekan dari atas, itu masalah tanggung jawab; dan hal
seperti ini bisa diatasi dengan membaikan kompetensi serta hubungan baik. Tidak
perlu menjilat bila Anda beroleh prestasi baik yang bisa dipertanggungjawabkan.
(Bersambung ... bagian 2)